RUU Perampasan Aset Dinilai Instrumen Sakti untuk Jerat Koruptor

Desakan pengesahan RUU Perampasan Aset kembali menguat di Semarang. Akademisi, praktisi hukum, hingga budayawan menilai regulasi ini penting untuk jerat koruptor.

RUU Perampasan Aset Dinilai Instrumen Sakti untuk Jerat Koruptor
Diskusi publik bertajuk “Urgensi RUU Perampasan Aset dalam Mewujudkan Penegakan Hukum yang Berkeadilan” yang digelar di Quest Hotel Semarang, Sabtu (4/10/2025).

KONTENSEMARANG.COM - Desakan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset segera disahkan kembali menguat di Kota Semarang. 

Kali ini, suara dukungan datang dari akademisi, praktisi hukum, hingga budayawan yang menilai regulasi tersebut sebagai instrumen penting untuk menjerat koruptor sekaligus mengembalikan kekayaan negara. 

Isu tersebut menjadi sorotan utama dalam diskusi publik bertajuk “Urgensi RUU Perampasan Aset dalam Mewujudkan Penegakan Hukum yang Berkeadilan” yang digelar di Quest Hotel Semarang, Sabtu (4/10/2025). 

Ketua Dewan Penasehat DPC Peradi Kota Semarang, Broto Hastono, menegaskan bahwa perangkat hukum yang ada saat ini, seperti UU Tipikor dan UU TPPU, masih memiliki keterbatasan. Menurutnya, RUU Perampasan Aset mampu menutup celah hukum yang selama ini dimanfaatkan pelaku korupsi. 

“Undang-undang ini sangat dibutuhkan. Jika UU Tipikor terbentur ketika pelaku meninggal atau jejaknya hilang, dan UU TPPU tidak menjangkau pencucian uang lintas negara, maka RUU Perampasan Aset bisa menembus batas tersebut. Instrumen ini sangat kuat untuk melacak aset koruptor, sehingga sulit bagi mereka menyembunyikan hasil kejahatan,” jelas Broto. 

Ia juga menyinggung potensi dampak RUU ini terhadap profesi advokat. Menurutnya, ada kemungkinan advokat yang mendampingi tersangka korupsi turut terseret jika pembayaran jasa dilakukan menggunakan aset hasil tindak pidana. 

“Ini bisa menjadi pisau bermata dua, termasuk bagi advokat,” tambahnya. 

Broto menekankan bahwa langkah selanjutnya ada di tangan DPR RI. “Yang paling penting adalah keseriusan DPR untuk segera membahas dan mengesahkan RUU ini,” tegasnya. 

Pandangan serupa disampaikan Anggota Komisi B DPRD Jawa Tengah, Muhammad Farchan. Ia menyebut forum ini digelar untuk menghimpun masukan sekaligus memperkuat dukungan publik, terutama dari generasi muda. 

“Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang merugikan negara sekaligus merampas hak rakyat. Upaya pemberantasan sudah berjalan, tetapi pengembalian aset hasil korupsi sering terkendala. Karena itu, RUU Perampasan Aset hadir sebagai instrumen penting agar negara bisa mengambil kembali aset yang diperoleh secara tidak sah demi kemakmuran rakyat,” ujar Farchan. 

Politisi PSI tersebut juga mengakui bahwa partainya memiliki kepentingan politik untuk mendorong pengesahan RUU ini, sesuai dengan janji kampanye. “PSI punya komitmen agar RUU Perampasan Aset segera disahkan,” ungkapnya. 

Diskusi yang dipandu praktisi hukum Bangkit Mahanantyo ini juga menghadirkan sentuhan budaya melalui monolog budayawan Eko Tunas. Dalam penampilannya, ia menyindir koruptor dengan istilah yang lebih membumi. 

“Ini hanya soal bahasa, begal, maling berdasi yang dinamakan koruptor. Bagito, bagi-bagi roto,” ucapnya.

Eko juga mengingatkan potensi kekecewaan publik jika pembahasan RUU ini terus berlarut. “Sekarang sedang marak gaya hidup hedonisme, lawannya adalah anarkisme. Jangan sampai masyarakat frustrasi lalu mengambil langkah sendiri dengan melakukan perampasan aset,” pungkasnya.