DPRD Kota Semarang Dorong Revisi Perda Pendidikan, Atasi Masalah Beasiswa untuk Siswa Miskin
Banyak siswa miskin di Semarang gagal mendapat beasiswa karena tak masuk DTKS. DPRD dorong revisi perda pendidikan agar lebih merata.

KONTENSEMARANG.COM – Banyak siswa dari keluarga miskin di Kota Semarang tidak bisa menikmati beasiswa pendidikan dari pemerintah. Penyebabnya, mereka tidak tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau yang kini berganti menjadi Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
Anggota Komisi D DPRD Kota Semarang Siti Roika menyampaikan bahwa alokasi beasiswa dari tingkat SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi sebenarnya cukup besar. Namun, regulasi pusat mengharuskan penerima tercatat dalam DTKS.
“Masalahnya, masih banyak siswa miskin di lapangan yang tidak masuk DTKS. Padahal, kondisi mereka sangat membutuhkan bantuan pendidikan. Karena itu, mereka terpaksa tidak bisa mengakses beasiswa,” ujarnya dalam Diskusi Penyelenggaraan Pendidikan yang digelar Fraksi PKS DPRD Kota Semarang, Selasa (16/9).
Roika menambahkan, pihaknya akan memperjuangkan perbaikan data penerima beasiswa agar lebih merata. Upaya tersebut akan dilakukan melalui revisi Peraturan Daerah (Perda) Penyelenggaraan Pendidikan di Kota Semarang.
“Pansus untuk membahas raperda pendidikan akan mulai akhir September. Kami sudah mengumpulkan banyak masukan dari masyarakat, praktisi, dan pemerhati pendidikan,” imbuhnya.
Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Semarang, Agus Riyanto Slamet, menegaskan bahwa diskusi publik tersebut memang digelar untuk menjaring gagasan dari berbagai kalangan. Menurutnya, masih ada sejumlah persoalan pendidikan yang belum terakomodasi dalam perda sebelumnya.
Selain isu beasiswa, muncul pula wacana pengembalian sistem enam hari sekolah dari lima hari yang berlaku saat ini. Topik lain yang dibahas adalah soal keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk yayasan pendidikan.
Anggota DPRD Kota Semarang, Joko Widodo, menjelaskan bahwa sekolah yang berdiri di atas tanah wakaf seharusnya bebas dari PBB. Namun, sebagian besar lahan sekolah tersebut belum bersertifikat wakaf, melainkan masih berstatus Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Milik (HM).
“Kalau sudah tersertifikat wakaf untuk kepentingan sosial dan pendidikan, otomatis tidak dikenai pajak. Tinggal bagaimana yayasan mengurus sertifikatnya,” kata Joko.
What's Your Reaction?






