Disdik Semarang Latih 75 SMP Kelola Konten Edukatif di Media Sosial
Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Semarang mengajak 75 Sekolah Menegah Pertama (SMP) baik negeri maupun swasta untuk mengirimkan tim media sosialnya dalam kegiatan “Pelatihan Konten dan Artikel Menarik Untuk Media Sosial Sekolah”
KONTENSEMARANG.COM- Di era digital seperti sekarang ini, memasarkan sebuah Lembaga Pendidikan tak bisa lepas dari kecanggihan digital yang begitu masif.
Namun memasarkan keunggulan Lembaga Pendidikan berbeda dengan memasarkan produk komersil.
Oleh karena itu, diperlukan trik yang berbeda agar konten pemasaran lebih segar namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dunia Pendidikan.
Di titik ini, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Semarang mengajak 75 Sekolah Menegah Pertama (SMP) baik negeri maupun swasta untuk mengirimkan tim media sosialnya dalam kegiatan “Pelatihan Konten dan Artikel Menarik Untuk Media Sosial Sekolah”, Jum’at (10/10/2025).
Dalam kegiatan tersebt hadir Sekretaris Disdik Ali Sofyan, Anggota Komisi E DPRD Jateng HM Dipa Yustia Pasha, Jurnalis Pendidikan M Husni Mushonifin, dan pelaku media sosial Hernanda Bayu Wicaksana.
Ali Sofyan, selaku Sekretaris Disdik yang mewakili Kepala Disdik Bambang Pramushinto mengatakan penggunaan media sosial yang baik sejalan dengan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 1 Tahun 2025.
“UU KIP merupakan kewajiban pemerintah untuk memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat dengan se detail mungkin,” ujar Ali saat memberikan materi pertama sebagai narasumber.
Ali mengatakan Perda Kota Semarang tentang KIP sangat memudahkan pelaku media sosial instansi pemerintah maupun swasta, lebih-lebih Lembaga Pendidikan yang memang perlu untuk mempublikasikan hal positif di lingkungan Pendidikan.
“Di Kota Semarang sudah ada Perda KIP yang memudahkan sekaligus mengatur arus informasi kepada masyarakat,” ujarnya.
Kemudian HM Dipa Yustia Pasha selaku Anggota Komisi E DPRD Jateng yang membawahi bidang pendidikan mengatakan bahwa membuat konten di media sosial memang tak bisa melulu serius atau formal. Namun tetap tidak boleh meninggalkan nilai-nilai luhur Pendidikan.
“Saya sendiri kalau membuat konten itu yang FYP atau viral ya yang receh-receh daripada yang serius. Tapi karena kita di sini membawa nama baik institusi ya tidak boleh melanggar norma di lembaga kita masing-masing,” ujar pria yang juga seorang influencer ini.
Anggota Fraksi Golkar Dapil Jateng 1 itu menambahkan, setiap pelaku media sosial tidak boleh anti dengan ‘klik bait’ atau kata kunci agar membuat netizen penasaran.
“Klik bait itu penting, kata-kata apa yang saat ini trend digunakan di kalangan masyarakat, terutama milenial dan Gen Z harus sering digunakan untuk meningkatkan minat melihat atau berkomentar,” tuturnya.
Klik bait juga punya peran penting dalam menarik minat netizen untuk mengikuti (memfollow) akun media sosial yang dikelola lembaga Pendidikan.
“Klik bait itu bisa menarik masyarakat media sosial kita lho. Kalau kita konsisten menggunakan klik bait yang menarik ya pasti sedikit demi sedikit follower (pengikut) bakal nambah,” tuturnya.
Dipa sendiri mengaku tak selalu memposting konten-konten serius. Dia bahkan mengaku terus berusaha mengemas pembahasan yang serius di Gedung DPRD agar terasa ringan dan relate dengan masyarakat.
“Konten-konten saya itu ya kadang receh, kadang serius, kadang foto, kadang video, macem-macemlah yang penting menghibur dan edukatif,” ungkapnya.
Kemudian pelaku media sosial, Hernanda Bayu Wicaksana, menjelaskan pentingnya membuat awalan yang menarik saat membuat konten.
“Kalau saya itu yang terpenting di tiga detik pertama. Kalau itu menarik, maka penonton akan melihat konten kita sampai selesai,” tuturnya.
Pria yang akrab disapa Nanda ini adalah pelaku media sosial berpengalaman. Dirinya pernah mengampu akun Instagram kenamaan seperti @udin_lar milik Udin Larahan yang merupakan selebgram ternama di Jawa Tengah.
“Nah mas Udin itu kan memang tema kontennya itu humor ya. Jadi nggak bisa memakai footage yang serius atau formal. Tapi di situlah keunggulan dari konten-kontennya,” jelasnya.
Namun Nanda mengatakan, konsep full humor tak bisa diterapkan di media sosial resmi Lembaga Pendidikan. Karena Nanda sadar ada Batasan-batasan etis yang tak boleh dilanggar.
“Pastinya konsep Udin Larahan itu nggak bisa ya diterapkan di sini (Lembaga Pendidikan). Tapi kita harus mencari cara supaya konten pendidikan menghibur dan edukatif,” jelasnya.
Di akhir, M Husni Mushonifin selaku Jurnalis Pendidikan menjabarkan bahwa menulis caption dalam konten media sosial harus jelas.
“Informasi-informasi yang dituliskan dalam caption media sosial itu harus jelas dan langsung ke intinya. Soalnya kalau terlalu Panjang penjabarannya, apalagi terlalu teoritis bisa bikin banyak orang bosan melihat,” tutupnya.
kontensemarang