LSSFF 2025 Resmi Ditutup, Wali Kota Semarang Ajak Anak Muda Bangun Ekosistem Film Lokal

Wali Kota Semarang dorong sineas muda terus berkarya lewat LSSFF 2025 dan membangun ekosistem film lokal yang kreatif dan berdaya saing.

LSSFF 2025 Resmi Ditutup, Wali Kota Semarang Ajak Anak Muda Bangun Ekosistem Film Lokal
Wali Kota Semarang dorong sineas muda terus berkarya lewat LSSFF 2025 dan membangun ekosistem film lokal yang kreatif dan berdaya saing.

KONTENSEMARANG.COM — Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng, melalui Asisten Administrasi Umum, Wing Wiyarso Poespojoedho, secara resmi menutup rangkaian kegiatan Workshop dan Mini Lab Lawang Sewu Short Film Festival (LSSFF) 2025 yang berlangsung selama tiga hari di Hotel Kotta, Semarang.

Dalam sambutannya, Agustina menekankan bahwa kegiatan ini bukan sekadar pelatihan teknis, tetapi juga perjalanan kreatif bagi para sineas muda yang ingin mengembangkan kemampuan bercerita melalui film.

“Kita telah melihat bagaimana sebuah ide, ketika dibimbing dengan ilmu dan semangat kolaborasi, bisa tumbuh menjadi cerita yang kuat dan bermakna,” ujarnya.

Agustina menyampaikan apresiasi kepada seluruh peserta dan pemenang Lomba Ide Cerita yang berhak mendapatkan bantuan produksi sebesar Rp50 juta. Menurutnya, dukungan tersebut bukan hanya bentuk penghargaan, tetapi juga kepercayaan agar ide-ide kreatif dapat diwujudkan menjadi karya nyata.

“Bantuan produksi ini adalah bentuk kepercayaan agar ide kalian benar-benar hidup di layar, bukan hanya di atas kertas,” tutur Agustina dalam sambutannya.

Ia juga menyoroti pentingnya membangun ekosistem perfilman lokal di Kota Semarang. Menurutnya, ekosistem yang baik akan menjadi ruang belajar, kolaborasi, sekaligus wadah bagi anak muda untuk berani bereksperimen dan berkarya.

Wali kota mencontohkan beberapa festival film internasional seperti Sundance Film Festival di Amerika Serikat dan Busan Short Film Festival di Korea Selatan, yang pada awalnya juga lahir dari ruang belajar dan komunitas kecil.

“Saya yakin Semarang bisa menuju ke arah itu. Kita tidak kekurangan talenta, yang kita perlukan hanyalah ruang dan keberanian untuk terus mencoba,” kata Agustina optimistis.

Kepada seluruh peserta, Agustina berpesan agar terus berkarya meskipun dengan keterbatasan fasilitas. Ia menegaskan bahwa film tidak selalu lahir dari teknologi mahal, tetapi dari empati dan ketulusan dalam memandang kehidupan.

“Setiap sudut kota, setiap kisah kecil di sekitar kita, bisa menjadi cerita besar bila diceritakan dengan hati,” pesannya.

Di akhir acara, ia mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung terselenggaranya kegiatan ini, mulai dari panitia LSSFF, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang, para mentor, hingga seluruh peserta.

“Semoga apa yang dimulai hari ini menjadi langkah awal menuju ekosistem film yang lebih matang. Kota Semarang harus menjadi rumah bagi para pencerita, bukan sekadar lokasi syuting,” pungkasnya.

Adapun pemenang Lomba Ide Cerita pada Workshop dan Mini Lab LSSFF 2025 diraih oleh Iwan Resdiyanto dengan karya berjudul The Last Swing. Film tersebut mengisahkan perjuangan Arum (11) yang mengumpulkan dan menjual 38 bola golf bekas demi membayar kegiatan sekolahnya. Namun bola golf terakhir yang ia jual justru menghancurkan mimpinya secara tragis dan penuh ironi.